Senin, 12 April 2010

Kedudukan Bank Syariah dalam Sistem Perbankan Nasional

1. Sistem Perbankan Indonesia
Untuk mengetahui bagaimana kedudukan bank syariah dalam sistem perbankan nasional, perlu terlebih dahulu dipahami bagaimana sistem perbankan yg berlaku saat ini di Indonesia. Menurut Emirzon (1998) sistem perbankan merupakan suatu tatanan yang didalamnya terdapat berbagai jenis bank yang terkait satu sama lain dan merupakan suatu kesatuan dengan mengikuti suatu aturan tertentu. Sedangkan dalam redaksi lain, sistem perbankan adalah suatu sistem kegiatan usaha, serta cara dan proses melaksanakan kegiatan usahanya secara keseluruhan. Dari kedua definisi tersebut dapat dipahami bahwa sistem perbankan itu merupakan suatu tatanan yang didalamnya terdapat berbagai unsur mengenai bank, baik menyangkut kelembagaannya, kegiatan usahanya serta cara dalam melaksanakan kegiatan usahanya dengan mengikuti suatu aturan tertentu.

Berbicara mengenai sistem perbankan di Indonesia tidak lain harus mengacu pada UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Mengacu pada UU Perbankan tersebut, salah satu aspek yang perlu dipahami dalam sistem perbankan di Indonesia diakui adanya bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah di samping perbankan konvensional, yang dikenal dengan istilah dual banking system. Disinilah salah satu letak kekhasan dari sistem perbankan di Indonesia, yg membedakannya dari sistem perbankan yg berlaku di negara - negara lain. Saat ini eksistensi bank syariah di Indonesia sudah sedemikian kukuh dengan terbitnya UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

2. Bank Syariah sebagai Bagian Integral Perbankan Nasional
Mengenai diakuinya keberadaan bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah tersebut dalam sistem perbankan nasional, antara lain dapat dipahami dari ketentuan Pasal 1 ayat 3 dan 4 UU No. 10 Tahun 1998 yg menyatakan bahwa :
" Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran."

Dari ketentuan pasal tersebut dapat dipahami bahwa suatu bank, yakni Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat dalam melaksanakan kegiatan usahanya selain dapat dilakukan secara konvensional, juga dapat dilakukan berdasarkan prinsip syariah. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan tersebut suatu bank baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat, dalam hal menjalankan fungsinya atau melaksanakan kegiatan usahanya ada dua pilihan, yakni dapat dilakukan secara konvensional (sistem bunga) dan/atau berdasarkan prinsip syariah. Hanya saja perbedaannya, bagi Bank Umum dalam melaksanakan kegiatan usahanya diperkenankan memilih, yakni bisa melakukan kegiatan usaha secara konvensional saja, atau berdasarkan prinsip syariah saja, atau boleh juga dengan menerapkan kedua-duanya secara berbarengan.
Sedangkan bagi Bank Perkreditan Rakyat hanya diperkenankan memilih salah satu dari kedua jenis kegiatan usaha perbankan tersebut, yakni kegiatan usaha perbankan konvensional saja, atau yang berdasarkan prinsip syariah saja. Dengan perkataan lain, Bank Perkreditan Rakyat tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan yang berdasarkan prinsip syariah secara berbarengan.

3. Pengaturan Bank Syariah dalam Undang - Undang Perbankan
Dalam UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yg merupakan sumber utama bagi pengaturan perbankan di Indonesia saat ini.
Dalam UU tersebut ketentuan mengenai bank syariah antara lain diatur dalam Pasal 6 huruf (m) dan Pasal 13 huruf (c) yg menyatakan bahwa usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat antara lain adalah menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pengaturan mengenai bank syariah dalam beberapa peraturan tersebut, tidak hanya menyangkut eksistensi dan legitimasi bank syariah dalam sistem perbankan nasional, tapi juga meliputi aspek kelembagaan dan sistem operasional perbankan syariah itu sendiri. Dalam peraturan tersebut telah diatur sedemikian rupa mengenai bank syariah, sejak dari ketentuan mengenai syarat - syarat pendirian bank syariah, kepengurusan, bentuk hukum bank syariah, aturan mengenai konversi bank konvensional menjadi bank syariah, mengenai pembukaan kantor cabang, kegiatan usaha dan produk - produk yang dapat dilakukan, mengenai keberadaan dan fungsi Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan hubungannya dengan Dewan Syariah Nasional (DSN), mengenai pengawasan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral, hingga mengenai sanksi - sanksi pidana maupun administratif yang dapat dikenakan.

4. Beberapa Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
  • Bank Syariah tidak menerapkan sistem bunga. Pasal 1 ayat 4 UU perbankan, bahwa bank syariah merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa meskipun antara bank syariah dengan bank konvesional sama - sama merupakan lembaga perantara keuangan (intermediary financial institution) yg berorientasi pada keuntungan (profit oriented). Namun, dalam upayanya mencari keuntungan tersebut, bank syariah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dengan ketentuan syariah Islam. Adapun salah satu ketentuan syariah Islam yg sangat prinsip dan erat kaitannya dengan dunia perbankan adalah mengenai larangan terhadap praktik riba dalam segala bentuk transaksi.
  • Struktur organisasi. Adapun unsur utama yg membedakan struktur organisasi kedua bank tersebut antara lain terletak pada keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasi bank syariah. Adapun fungsi dari DPS tsbt adalah mengawasi operasional bank syariah dan produk -produknya agar tetap sesuai dengan prinsip syariah. Dalam melaksanakan fungsinya, DPS wajb mengikuti fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Peraturan Bank Indonesia. DSN itu sendiri menurut ketentuan Peraturan Bank Indonesia adalah suatu institusi yg berada di bawah MUI (Majelis Ulama Indonesia) yg memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha bank yg melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
  • Lembaga Penyelesaian Sengketa. Jika terjadi sengketa atau perselisihan antara pihak bank syariah dengan nasabahnya, maka alternatif penyelesaiannya adalah Badan Arbitrase yg menerapkan hukum materiil Islam, dalam hal ini Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) atau Peradilan Umum sesuai dengan UU No.2 Tahun 1986. Namun sekarang, setelah berlakunya UU No.3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, jika terjadi sengketa perbankan syariah, maka alternatif penyelesaiannya di samping BASYARNAS tsbt, juga Peradilan Agama selaku institusi yg berwenang untuk itu. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 49 berikut penjelasannya pada huruf (i) UU Peradilan Agama tersebut dan Pasal 55 ayat 1 UU Perbankan Syariah. Sedangkan Bank Konvensional, lembaga penyelesaian sengketa melalui BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) dan Peradilan Umum.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar